RELA HATI adalah sebuah ajakan dari seorang suami, ayah dan juga kerabat dekat untuk senantiasa menanamkan kesabaran dan keikhlasan. Penulis berusaha menyerukan beberapa hal krusial kepada segenap saudara dan keluarga beserta rombongan untuk senantiasa bersyukur dan bersabar dengan apa yang disebut RELA HATI.
Tulisan ini sendiri telah berumur lebih dari 40 tahun sejak dirumuskan sendiri oleh penulisnya. Selamat memaknai dengan penuh kerelaan hati untuk menerima isi yang tersurat dan tersirat dalam tulisan tersebut. RELA HATI ditulis pada ayah mertuaku bernama Bapak DAUD pada tanggal 24 Desember 1968 atau 1 Syawal 1388 H.
Prinsip RELA HATI ditulis sebagai bentuk perenungan diri dan kritik sang Penulis terhadap keadaan lingkungan sekitar (baca: masyarakat) yang selalu ingin mengedepankan kepentingan diri sendiri dan golongannya, sehingga muncul kecenderungan untuk saling sikat, saling gosok, saling tekan, saling rebut dan yang lebih utama lagi adalah kecenderungan sifat tidak pernah puas dan selalu memaksakan diri untuk segera memenuhi kepuasannya. Pada gilirannya, berbagai macam jalan kerap ditempuh untuk segera mewujudkan keinginan tersebut tanpa menimbang apakah jalan yang diambil itu benar atau salah.
Berikut ini adalah petikan kata hati, RELA HATI tersebut :
Assalamu’alakum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Khusus kepada keluarga dan rombongan, mari mari mari mari kita bersama-sama menguji diri :
1.
Harus jujur di segala bidang
2.
Harus berpikir
3.
Jangan berpikir untuk mendatangkan uang banyak
4.
Jangan berpikir untuk memperkaya diri sendiri
5.
Jangan aneh sama orang kaya
6.
Mari berjuang bersama
7.
Karena manusia cuman punya bisa
8.
Tuhanlah yang punya kuasa.
Semoga dapat menjadi renungan bersama dan selalu sadar diri bahwa manusia sifatnya hanya berkeinginan, akan tetapi kehendak Yang Maha Kuasa - lah selaku Dzat Yang Maha Merajai yang mutlak dapat terjadi.
Sepertinya orang Indonesia telah banyak kehilangan arti dari sebuah kebersamaan dan gotong royong
ReplyDeleteTerimakasih Bunda,
ReplyDeleteMemang sentuhan sifat tolong menolong, gotong royong dan kebersamaan yang selalu menghiasi perjalanan hidup masyarakat Indonesia seolah
semakin memudar. Sekarang, cenderung lebih individualis dan selalu ingin senang sendiri. Agaknya distorsi nilai-nilai luhur, norma dan
etika hidup semakin melekat pada diri masyarakat Indonesia. Semoga hal tersebut tidak lantas mendarah daging, hingga sulit menghapusnya selain dengan ijin Allah.